Sebelum membahas mengenai Proses Penyematan Ulos (Mangulosi) dalam Pernikahan Adat Suku Batak Toba, teman-teman sibatakjalanjalan penting terlebih dahulu mengenal peran dari Raja Parhata.
Raja parhata adalah orang yang memimpin keberlangsungan acara pernikahan adat yang diutus dari masing-masing kedua belah pihak mempelai yaitu Raja Parhata dari paranak (dari mempelai laki-laki) dan Raja Parhata dari parboru (dari pihak perempuan).
Raja Parhata diharuskan berasal dari kerabat mempelai atau setidaknya memiliki kesamaan marga dengan masing-masing mempelai.
Raja Parhata haruslah paham adat dan dianggap paling mengerti adat sehingga bisa memimpin pesta dengan baik dan sesuai.
1. Panyambutan
Pesta adat pernikahan(perkawinan) Batak dimulai dengan acara penyambutan, yaitu keluarga pria menyambut kedatangan keluarga memepelai wanita. Kedua Raja Parhata dari baik dari pihak pria (Raja Parhata Ni Paranak) dan wanita (Raja Parhata Ni Parboru) berdau sajak, sajak tersebut merupakan sajak yang telah ditetapkan dari para leluhur, hal ini menandakan acara pernikahan adat dimulai.
Raja Parhata Ni Parboru :
Dihamu tutur nami, tondong nami, amang boru nami, parjolo tapasahat maliate tu: amanta Debata pardenggan basa, ala hipas do hamu na ro, suang songoni do nang do ro tutur tu bagas ni tondongna, alai huida hami, torop do hamu marnatampak rap dohotambor/iboto nami. Mansai las roha nami manjalo haroro muna, alai manungkun roha, barita aha do ulaning diharoro muna on Amang boru, ai gok do tanan muna mamoan silua. Ima jolo hata nami, asa maralus ma hamu amang boru.
Yang disebutkan oleh Raja Parhata Ni Parboru dimaksudkan untuk menyambut yang hadir dan meminta segenap keluarga meminta berkat dari Tuhan dan berterima kasih karena telah menyambut keluarga parboru dan menerima dengan baik.
Ido tutu Rajanami, sungkun do mula ni hata, nuna manungkun Rajai di haroro nami tu bagasta na marampang na majualon. Rajanami/tulang, dipoda ni molo lao ho amang tu abu ni Tulangmu, sotung mangembal ho amang, ingkon do boanonmu sipalas roha ni Tulang dohot Nantulangmu. Ia hami Rajanami, pamoruan muna do jala bere muna, sian marga (marga pria). Posma roha muna Rajanami barita na denggan jala las ni roha do na. Huharohon hami ditingkion. Ido Rajanami.
Tujuan dari ucapan dari Raja Parhata dari Paranak adalah untuk kemudian kembali mengucapkan terima kasih, bahwa dengan ini berarti kalau lah anak perempuannya sudah menjadi bagian dari keluarga mempelai pria.
Pada acara penyambutan atau dalam bahasa Batak disebut panyambutan ini, dimulai dengan laki-laki tertua dari keluarga mempelai wanita sambil menari tortor, kemudian diikuti oleh para wanita dimulai dari tertua juga dari keluarga mempelai wanita dengan membawa boras (beras) di dalam tando (tempat menyimpan beras) yang diletakan di kepala mereka hal ini disebut dengan marjunjung boras atau menjunjung beras.
Setelah proses penyambutan dari keluarga pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Kemudian keduanya menyambut para kerabat dan tamu undangan.
Proses penyambutan telah selesai pasangan pengantin, keluarga dan para tamu undangan telah duduk ditempatnya masing-masing.
Untuk tempat duduk, baik dari keluarga parboru dan paranak, duduk di kubu terpisah.
Mempelai wanita duduk dengan keluarga/pihak paranak dimana hal ini juga menandakan bahwa mempelai wanita sudah menjadi bagian dari mempelai laki-laki dan menjadi milik keluarga paranak.
Kemudian setelah itu, mempelai dan keluarga serta para kerabat dan tamu undangan memulai acara dengan pihak pengantin pria menyerahkan daging kerbau, atau sapi, atau daging babi.
Daging itu kemudian diberikan kepada pihak perempuan, dan pihak perempuan membalasnya dengan ‘dekke’ atau memberikan ikan mas kepada keluarga pihak laki-laki.
Harap dicatat dan diingat bagi teman-teman sibatakjalanjalan, bahwa daging yang diserahkan itu disesuaikan dengan kemampuan keluarga paranak.
Adapun simbol yang terdapat dalam pertukaran daging dan ikan ini adalah bahwa daging yang dimaksudkan sebagai lambang kebahagiaan dan kemakmuran, juga merupakan sebuah janji dari pihak paranak untuk memberikan kebahagiaan dan kemakmuran, serta menjadi penanda bahwa pengantin perempuan akan bahagia dengan seluruh keluarganya, kemudian tenanglah hati pihak parboru mengetahui bahwa anak perempuannya kini menjadi bagian dari paranak.
Adapun kemudian daripada pemberian ikan mewujudkan kekompakan daripada gotong royong untuk turut mensukseskan acara.
Selesai makan bersama, keluarga pengantin pria memberikan uang kepada keluarga parboru yang disebut dengan "panadaion".
Panadaion adalah semua keturunan pihak perempuan mulai dari nenek moyangnya sampai generasi sekarang. Terutama yang telah hadir dalam pesta pernikahan yang dilakukan harus mendapatkan uang walaupun tidak dipatok nilai ekonomisnya, jumlah dari Panadaion ini disesuaikan dengan kemampuan keluarga paranak.
Seperti yang telah dijelaskan penulis sebelumnya bahwa pihak paranak haruslah membawa daging yang telah disepakati untuk kemudian dibagikan kepada keluarga parboru sebagai ‘jambar’.
Dalam penyerahannya, Raja Parhata dari kedua belah pihak Paranak dan Parboru kembali melemparkan sajak, dengan tujuan daging yang telah diberikan kepada parboru sebagai wujud syukur dan semoga senanglah mereka.
Setelah didoakan dan proses penyerahan daging tersebut selesai. Kemudian pihak ‘parhobas’ atau suami dari para perempuan meliputi kakak/adik perempuan dari pengantin perempuan yang selanjutnya bertugas untuk memotong daging jambar dan membagikannya kepada seluruh keluarga perempuan (dengan tidak terkecuali).
Bagian-bagian yang dibagikan dalam jambar tersebut telah ditentukan dan banyaknya juga telah ditentukan sesuai adat.
Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa adanya kesepakatan antara keluarga pihak Paranak dan keluarga pihak Parboru untuk sebagian dari jambar tersebut diserahkan kepada keluarga pihak laki-laki sebagai “Ulu ni dengke mulak”, atau kembali kepada asalnya.
Proses yang terpenting dan paling membutuhkan waktu yang lama dikarenakan semuanya yang terlibat dalam pesta adat ikut melaksanakan adat ini yang terdapat pada rangkaian pernikahan adat Batak Toba adalah mangulosi.
Mangulosi merupakan proses penyematan ulos yang dari keluarga perempuan untuk kedua pengantin.
Seperti yang dibahas pada pembahasan sebelumnya bahwa mangulosi merupakan simbol dari wujud kasih sayang sipemberi ulos kepada sipenerima (yaitu kedua pengantin).
Dengan menyematkan ulos kepada si pengantin dipercaya sebagai jalan menyampaikan doa yang bersih untuk kedua mempelai.
Filosofi dari Ulos yang dijadikan sebagai “Selimut waktu dingin, dan perlindung di saat panas” juga merupakan fungsi nyata ulos sebagai kain namun dari hal tersebutlah diharapkan bahwa pemberian ulos ini menjadi bentuk perlindungan dalam situasi apapun.
Pada proses pemberi ulos, tidak dengan hanya menyematkan ulos saja, melainkan juga memberi nasihat kepada pengantin untuk senantiasa selalu rukun, serta bahagia.
Pemberian ulos yang disertai nasihat, petuah dan doa membuat prosesi mangulosi ini memberikan makna suka cita kepada pengantin, diharapkan atas suksesnya pemberkatan di Gereja, begitupula suksesnya adat yang dilaksanakan kedua belah pihak.
Mangulosi pada masa sekarang telah melalui modifikasi dengan tujuan mempersingkat proses tanpa mengurangi makna daripada proses mangulosi itu sendiri.
Guna daripada modifikasi ini untuk mempersingkat waktu, dalam beberapa kegiatan pernikahan adat Batak telah memodifikasi mangulosi ini dengan pemberian uang kepada para tamu undangan.
Dahulu semua keluarga, kerabat dan tamu undangan menggunakan ulos untuk dijadikan hadiah pengantin sebagai wujud suka cita sehingga kemudian bisa menjadi berates-ratus lapis ulos, namun saat ini kegiatan mangulosi dibatasi dan diganti dengan material lain seperti uang. Dimana pemberian ulos/mangulosi hanya ditujukan kepada keluarga saja.
Proses adat mangulosi ini dimulai dengan pemberian ulos oleh orang tua mempelai parboru kepada pengantin serta diberikan nasihat-nasihat dan doa-doa pernikahan.
Dengan diiringi gondang Batak, mereka menari tor-tor sebelum pemberian ulos ini, menjadi pertanda bahwa Ulos pada saat mangulosi disematkan doa dengan penuh gembira.
Awal pemberian ulos dari acara mangulosi diberikan oleh orang tua dan atau mewakili orang tua yaitu hula-hula.
Kemudian dilanjutkan dengan mangulosi orang tua dari pihak paranak. Sebagai wujud dititipkannya lah mempelai wanita kepada mereka, agar senentiasa diberikan kasih sayang dan perlindungan juga sebagai wujud penghormatan.
Lalu setelah itu diikuti proses pemberian ulos kepada pengantin dari Bapak Uda Na (pamannya) beserta isteri (inang uda na) dengan umpasa-umpasa atau doa-doa yang sama baiknya. Kedua proses ulos ini adalah pemeberian ulos yang sangat penting karena pemberian ulos ini diberikan oleh keluarga yang terdekat dengan pengantin perempuan.
Mangulosi dari keluarga inti telah disematkan, dengan pada posisi duduk yang masih tetap sama Gondang Batak kembali dimainkan, kemudian berlanjutlah dengan proses mangulosi selanjutnya dari pihak marga yang berkaitan dengan keluarga inti. Yaitu Keluarga dari istri abang.
Setelah proses adat ini, keluarga inti dari pihak parboru yaitu yang memberikan ulos pertama dan kedua diberikan uang oleh keluarga inti tersebut yang mana merupakan uang sisa sinamot dimana semua keluarga inti memberi uang sambil menari Tortor.
Makna dari manulosi ini agar yang pemberian ulos merasakan kebahagiaan yang sama dengan keluarga inti.
Selanjutnya ulos diberikan oleh marga-marga lain yang berhubungan dengan keluarga. Yaitu keluarga dari marga yang berkaitan dengan si parboru seperti marga opung boru na (opung perempuannya), suami dari kakak atau adik perempuannya, amang boru na (marga dari suami tantenya), dan proses tersebut terus berlangsung berulang-ulang dengan cara yang sama.
Kemudian terakhir di tutup dengan keluarga Tulang Na (paman dari keluarga ibu pengantin perempuan).
Hal tersebut berbeda karena dalam adat Batak Tulang adalah yang paling dihormati dan disayangi sehingga jumlah uang dan diberkan haruslah lebih besar jumlahnya dari yang jumlah yang lain sebagi wujud martabat keluarga perempuan.
Setelah proses mangulosi tersebut, pengantin digiring mengitari tempat pesta sebanyak tiga kali putaran dengan keadaan ulos membelit tubuh keduanya dan ujung ulosnya ditarik oleh keluarga pihak paranak dan kemudian pada putaran terakhir pengantin diarak ke kursi pelaminan.
Sambil menari tortor dan diiringi Gondang Batak sebagai wujud kegembiraan bahwa parboru telah menjadi milik paranak dan diterima dengan senang hati. Dan jadilah pasangan pengantin menjadi pasangan Batak yang lengkap dan diakui secara adat.
Referensi :
Simatupang, Mutia Nurdalilah. 2016. Proses Penyematan Ulos (Mangulosi) dalam Pernikahan Adat Suku Batak Toba. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,Universitas Sultan Ageng Tirtayasa