Pernikahan adat Batak adalah pernikahan yang ditentukan oleh marga juga, maka terkadang ada yang melaksanakan pernikahan dengan cara mengangkat marga, karena salah satu dari antara pengantin adalah bukan suku asli Batak. Dengan adanya pernikahan mangain (mengangkat) marga maka ada proses atau tata cara yang harus dilaksanakan dalam mengangkat marga.
Apabila yang akan diain itu adalah calon pengantin perempuan mangain adalah dari hula-hula tangkas / orang dari pihak perempuan, sekarang sebaliknya yang akan diain adalah calon penganten pria dari suku lain maka yang akan mangain adalah pihak pamoruan apala iboto ni hulahula nampuna boru i atau adik dari marga pihak perempuan contoh : Hula-hula (kerabat marga dari ibu) mempunya seorang anak gadis. Berencana akan kawin denga seorang pemuda dari suku lain yang tidak punya marga, namun dari pihak parboru (pihak perempuan) menghendaki agar dalam pernikahan borunya (anak perempuannya) dapat dilaksanakan menurut adat Batak , untuk memenuhi keinginan parboru (pihak perempuan) tidak ada jalan lain selain harus diain dan mampe marga kepada calon helanya.
Agar maksud dan tujuan ini dapat tercapai pihak hula-hula manopot/menemui pamoruannya namun sebelum datang manopot pamoruannya secara resmi ada baiknya terlebih dahulu diadakan pendekatan antar hula-hula dengan pamoruan, tujuannya adalah selain menghindarkan stagnasi juga agar saat diadakan pertemuan dengan dongan tubu ni pamoruan/ saudara pihak perempuan pembicaraan dapat berjalan seperti apa yang diharapkan dan bisa memperoleh hasil maksimal.
Langkah-langkah yang harus dilakukan hulahula ilah mangebati pamoruannya sambil membawa dengke simudur-udur/dari pihak perempuan kepihak laki-laki maknanya kebersamaan suka maupun duka dengke sitio-tio/ rejeki terang menderang dari hula-hula.
Goar ni sipanganon i sipanganon lungun-lungun karena sudah lama tidak ketemu dengan pamoruannya , untuk itu hula-hula datang membawa sipanganon dengke sitio-tio, dengke simudur-udur mangebati pamoruannya.
Dalam hal kedatangan hula-hula ini , bisanya dari pihak pamoruan (adik dari marga pihak perempuan) tidak perlu memotong babi sebagai balasan dari dengke yang dibawa hula-hula itu , cukup sipanaganon yang dibawa hula-hula itu saja , yang dimakan bersama pada saat itu .
Setelah selesai makan ada dua persi yang sering dilakukan dibeberapa marga dan luat antara lain :
- Ada diantara marga dan luat yang melakukan setelah selesai makan terlebih dahulu masisisean diantara dongan tubu (saudara semarga), kemudian baru mengajukan pertanyaan tentang arti makanan dan maksud kedatangan mereka kepada hula-hula yang membawa sipanganon itu.
- Ada juga diantara marga dan luat yang melakukan tidak ada lagi masisisean namardongan tubu, dohot boru dohot dongan sahuta , tetapi atas kesepakatan bersama raja parhata (juru bicara) langsung mengajukan pertanyaan kepada hula-hula ( kerabat dari marga ibu) tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka , apakah ada yang ingin disampaikan kepada pamoruannya.
Apabila ditanya mana yang lebih baik dari kedua contoh diatas ini maka jawabannya , tergantung dari hasomalan atau kebiasaan marga dan luat itu , tentu semuanya ini baik karena ada alasan masing-masing yang mengatakan kenapa cara itu baik.
Selanjutnya hula-hula menceriterakan kepada pamoruan (adik dari marga pihak perempuan) nya akan rencana ni borunya yang hendak kawin dengan orang jauh dan tidak punya marga , agar rencana perkawinan ini dapat berjalan menurut adat Batak maka diminta kesediaan pamoruannya untuk mau mangain calon helanya yang dari suku lain itu menjadi anaknya sendiri dan memberi marga atau mampe marga seperti marga ni pamoruannya.
Mendengar permintaan dan alasan yang diberikan hula-hula itu sesungguhnya tidak menyalahi aturan adat karena bertujuan baik , maka pamoruannya menyatakan tidak keberatan dan dapat memenuhi permintaan hula-hulanya.
Namun demikian walau pamoruannya tidak keberatan atas permintaan ni hula-hulanya, tetapi tidak begitu saja langsung sudah beres.
Harus terlebih dahulu ada persetujuan dari dongan tubu , untuk itu pamoruannya meneruskan permintaan ni hula-hulanya khususnya kepada semua saudara na martinodo hon (kakak beradik) , Ama martinodohon (kakak beradik bapak) dan Ompu martinodohon (kakak beradi nenek) yang hadir pada saat itu, untuk mempertimbangkan apakah dapat memenuhi permintaan yang disampaikan hula-hulanya tadi.
Apabila pada saat itu ada diantara na martinodohon atau ama martinodohon . kakak beradik atau ompu martinodohon dengan alasan yang bisa diterima akal sehat , maka permintaan hulahulanya bisa ditolak, tetapi kalau semua dongan tubu setuju tidak ada yang keberatan maka ditetapkanlah hari dan waktu pangainon serta mampe marga kepada calon hela ni hula-hula tersebut.
Segala biaya dan keperluan ulaon pangainon dan mampe marga ini biasanya sepenuhnya menjadi tanggung jawab ni hula-hula yang mengajukan pangainon dan marga tersebut.
Jadi sehubungan dengan pangainon dan mampe marga, sekali lagi dipertegas bahwa : Apabila yang hendak diain dan mampe marga itu adalah calon pengantin wanita maka yang mengajukan perminta an pangainon dan mampe marga kepada hula-hulanya adalah pihak pamoruan dengan membawa tudu-tudu ni sipanganon Sebaliknya apabila yang hendak diain dan mampe marga itu adalah calon pengantin pria maka yang menagajukan permintaan pangainon dan mampe marga kepada pamoruan adalah dari pihak hula-hula Sambil membawa dengke sitio-tio dengke simudur-udur..
Apa bila yang hendak diain itu adalah penganten wanita maka pamoruan yang meminta pangainon serta mampe marga datang manopot hula-hula tangkas dengan membawa sipanganon babi namar-saudara , namanya sipanganon sulang-sulang.
Tujuan pertama dari kedatangan pamoruan adalah untuk meminta ijin kepada hula-hula berhubung anaknya hendak kawin dengan gadis dari suku lain.
Menurut adat Batak setiap kali bere/ keponakan hendak berumah tangga dengan orang lain (bukan dengan boru ni tulangnya) harus terlebih dahulu minta ijin kepada tulangnya (ito kandung dari ibunya) sebab adat. Batak mengatakan bahwa tulang kandung itu berhak menunjuk bere menjadi helanya atau menantunya .
Pada saat rombongan ni pamoruan datang pasahat sulang-sulang , hula-hula juga mengundang dongan tubu , boru dan dongan sahuta untuk menghadirinya.Setelah semua undangan hadir , pihak pamoruan menghadapkan tudu-tudu ni sipanganon kepada hula-hulanya (hulahula yang punya rumah atau yang ditunjuknya).
Referensi :
Henani, Yudista Meli. 2016. Persepsi Masyarakat Batak Toba Tentang Pernikahan Mangain (Mengangkat) Marga Dalam Pernikahan Adat Batak Toba. Bandar Lampung. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung
Baca juga artikel lainnya :