Catatan Pulau Pardopur/Pulau Sibandang
Horass. Tulisan yang kali ini penulis www.sibatakjalanjalan.com bagikan adalah tentang bagaimana pandangan penulis, kala bersama teman-teman MASATA ke ‘Pulau Pardopur atau Pulau Sibandang’ .
Kunjungan kali ini untuk melihat lebih jauh tentang bagaimana perspektif dan keinginan masyarakat Muara dan Pulau Pardopur/Sibandang khususnya terhadap perkembangan wisata dan pengembangan desa wisata yang sedang gencar di galakkan.
Adapun garis besar tempat yang kemudian akan penulis bagikan yaitu kunjungan ke makam raja Pulau Pardopur dan peninggalan sejarahnya, hingga menemui seniman muda pulau Pardopur/Sibandang.
Pulau Pardopur/Sibandang dalam Sejarah
Dalam foto yang telah diwarnai tersebut tampak dengan jelas wajah Ompu Raja Hunsa dan keluarganya sebagaimana hal ini dibenarkan oleh teman-teman dan masyarakat Pulau Pardopur/Sibandang yang kami temui.
Pulau Pardopur/Sibandang yang Kami temui
Dari Muara, sebelumnya kami bertemu dengan M.SINAGA yang juga merupakan bagian dari Masata untuk kali ini menjadi guide dan teman perjalanan berbagi cerita tentang Pulau Pardopur/Sibandang.
Jika mungkin teman-teman www.sibatakjalanjalan.com kemudian kesulitan untuk mendapat akses penyebrangan ke Pulau Pardopur/Sibandang, dapat penulis sarankan untuk kemudian mengikuti jalur perjalanan kami, yaitu dengan menuju pelabuhan sebelah kanan dari arah jalan siborong-borong, 20 meter kearah jalan pelabuhan lama.
Tepat di sebelah kiri jalan akan tampak pelabuhan dan kapal yang siap mengantar teman-teman.
Untuk jadwal penyebrangan menuju pulau Pardopur/Sibandang terkadang tidak menentu, namun bukan berarti tidak ada penyebrangan, hanya saja kapal akan siap segera langsung melakukan penyebrangan apabila teman-teman sudah tiba dan tidak harus dengan muatan/orang banyak.
Sesampainya di pulau Sibandang, teman-teman akan disuguhi pemandangan yang segar dan asri, ada papan penunjuk jalan Desa Wisata Sibandang, Papande dan Sampuran.
Dan untuk kali ini, kami bersama teman-teman MASATA akan menuju Desa Wisata Sibandang untuk kemudian bertemu masyarakat setempat, disini kami juga bertemu anggota MASATA lainnya, yaitu R.SIANTURI.
Dalam perjalanan dan pertemuan sebelumnya, M.SINAGA dan R.SIANTURI yang merupakan putera Muara sering bercerita betapa mereka memiliki kerinduan dengan adanya perkembangan destinasi desa wisata di Pulau Sibandang/Pardopur,
“aku sudah lama dan menjadi bagian dari pulau ini pra” sebut M.Sinaga dalam beberapa kali diskusi, dan ditambahkan oleh R.SIANTURI
“aku hidup kemarin, hari ini dan besok dari menjadi bagian dari pulau Sibandang, dan kami ingin melakukan sesuatu untuk mereka(masyarakat pulau Sibandang)” .
Perkenalan dan Sharing Pendapat
Tidak jauh dari pelabuhan desa Sibandang, sekitar kurang-lebih 1 KM kami telah tiba di desa wisata Sibandang, kali ini perkenalan kami dipimpin ketua DPC MASATA Tapanuli Utara, Y.PASARIBU (berbaju putih, seragam MASATA) .
Dari pihak desa wisata Sibandang yang mewakili (disebelah kiri foto).
Perkenalan yang kami lakukan kali ini berada tepat dibawah Hariara (pohon beringin) di sebelah kiri atau sebelum kantor Kepala Nagari dulu , tepat di depan makam para raja.
Kami berbagi pendapat, sudut pandang dan menjelaskan tentang kedatangan kami yang merupakan organisasi swasta/bukan pemerintah.
Disela-sela canda-tawa kami, berbagi kisah-cerita dan informasi sebagaimana yang teman-teman juga pernah dengar di luar sana.
Tentang bagaimana besarnya potensi wisata di pulau Pardopur/Sibandang, keinginan berwisata di pulau Pardopur dan peran pemerintah kepada masyarakat setempat.
Banyak kisah yang kemudian mengungkap fakta sebenarnya dan jauh daripada laporan berita situs wisata atau laporan kegiatan pemerintah yang kami kritisi, dan tentu menjadi PR untuk teman-teman di pemerintahan dan pulau Pardopur, tidak luput juga peran kami, sebagai kelompok sadar wisata.
Beberapa catatan penting yang kemudian bisa penulis bagikan yaitu bahwa :
- Sedikitnya ada 5 destinasi wisata yang ada di desa wisata Sibandang
- Dalam lingkup masyarakat setempat, sesungguhnya sudah ada guide atau pemandu wisata yang bukan berasal dari pemerintah.
- Ada tempat yang merupakan spot wisata tertinggi di pulau Sibandang dimana dari tempat ini kita dapat melihat 5 kabupaten dari sudut penjuru mata angin. Dimana dahulu, pada hari-hari besar juga menyalakan api di puncak tertinggi, Natissuk. Dan juga ada beberapa tempat ritual disana.
- Untuk atraksi tortor Hoda-hoda, sesungguhnya berasal dari desa Sampuran.
- Dsb
Ditempat ini kami melihat adanya kepedulian dan keinginan masyarakat Pulau Sibandang untuk kemajuan destinasi desa wisata kedepannya, sebagaimana disampaikan oleh amang Raja Gukguk, Hutauruk dan Naibaho.
Menuju Istana Raja
Dijalan menuju istana raja, akrab kami temui suasana pepohonan dan rindang pohon bambu yang menyegarkan mata dan pernafasan. Membawa kami semakin menyelami kehidupan masyarakat pulau Sibandang.
Dipintu/jalan masuk menuju istana raja yang masih kokoh dibentengi bebatuan yang tersusun rapi, dimana kesan yang seperti ini kemudian dapat teman-teman temui di desa wisata Siallagan, dan penulis yakin bahwa destinasi wisata istana raja kali ini tidak kalah mengagetkan teman-teman nantinya.
Apa yang kami temui kemudian ? adalah hanya terdapat 2 bangunan rumah dalam lingkup lingkungan kurang lebih 50 meter persegi yang dikelilingi dengan batu. Ya , dan hanya 2 (dua) rumah dan tentu ada alasannya.
Mengapa hanya ada dua rumah ?
Dalam gambar, teman-teman dapat melihat terdapat satu rumah adat batak Toba atau dikenal sebagai Rumah Bolon dan disebelahnya merupakan rumah semi permanen.
Dalam hal ini, dijelaskan oleh masyarakat setempat bahwa Rumah Bolon hanya boleh ditempati oleh raja dan keluarga raja, begitu juga dengan bangunan sebelahnya hingga saat ini.
Adapun keberadaan tembok batu dahulu sebagai benteng dan dijaga ketat oleh pengawal raja.
Diluar dari pekarangan raja akan kita temui batu persidangan orang batak dahulu sebagaimana kita juga melihat di desa Siallagan, ditempat ini memang ditujukan sebagai tempat rapat dan memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat dan raja.
Kembali ke lingkungan rumah istana raja, teman-teman akan melihat losung/lesung dalam bahasa Indonesia yang terbuat dari batu, dan bukan batu yang berasal dari pekarangan pulau pardopur, dikatakan oleh keluarga raja bahwa batu losung/lesung tersebut diterbangkan dari pulau Samosir, dan merupakan batu kedua.
Batu pertama yang berada tidak jauh dari batu pertama, dirasa kurang cocok dan kemudian didatangkan kembali batu ke 2 dengan cara diterbangkan dari pulau Samosir.
Menyelami Losung Batu sedikit lebih jauh
Tentu terkadang muncul rasa keingin tahuan lebih jauh tentang bagaimana suatu hal mistis terjadi, atau sekedar melihat susunan batu yang begitu rapi mengelilingi Istana Raja ini.
Penulis mencoba merasakan struktur batu dan menggoreskan tangan di batu lesung/losung dan batu yang berada di bagian banteng raja, dan yang penulis dapatkan adalah, BAHWA BATU TERSEBUT KEMUNGKINAN BERBEDA.
Batu pada lesung/losung lebih rapuh dan memiliki ciri batu yang berasal dari pesisir pantai/konturnya lebih terasa rapuh dari batu pada benteng, dengan sengaja penulis mencoba menggoreskan pada batu dan mendapati bahwa goresan lumut pada batu benteng istana dan pada lesung/losung ini juga sedikit berbeda.
Penulis tidak dapat menarik kesimpulan yang pasti, mengingat Pulau Pardopur juga dikelilingi Danau Toba.
Makan Bersama dan Berbagi Kilas Balik Sejarah Batak
Jam makan siang kali ini kami lakukan bersama dan berada di depan pelataran rumah Istana Raja, ada yang menarik dari sudut pandang teman-teman melihat, bahwa tidak banyak bubuhan dan goresan gorga pada Istana Raja, hal ini kemudian dijelaskan oleh S.M HARIANJA bahwa
goresan gorga tidak semata-mata bertujuan menambah ciri dari rumah, namun ada banyak cerita yang bila kita mampu membacanya akan mengungkapkan cerita, khususnya pada gorga di rumah-rumah batak yang mampu menjelaskan status, dan siapa yang mendiami rumah tersebut
dan kemudian dijelaskan SM.HARIANJA tentang kenapa Istana Raja tersebut tidak banyak gorga yang ditampilkan dan berbeda pada rumah adat Batak yang dalam perjalanan menuju Istana yang kami temui.
Bertemu seniman muda dan harapan besarnya akan Pulau Sibandang
Selepas makan siang sekitar pukul 15:00 WIB, bersama teman MASATA kami dipandu kembali oleh M.SINAGA dan R.SIANTURI untuk bertemu, F.SIMAREMARE yang kemudian kami ketahui sebagai seniman muda pulau Sibandang.
Sebelumnya, Sinaga dan Sianturi sudah sering bercerita tentang SIMAREMARE dan keinginannya berkolaborasi dengan www.sibatakjalanjalan.com, dari tempat workshop SIMAREMARE kami melihat pemandangan yang begitu luas dan mempesona, suatu pemandangan yang tentu teman-teman akan segera dan ingin kunjungi.
Tempat yang begitu membuka fikiran dan melepas penat.
Segelas kopi yang kemudian disambut dengan minuman lokal khas Batak menemani diskusi kami sore itu, bagaimana SIMAREMARE awalnya ingin membuka tempat baca/sopo baca dahulu, dan kini terlibat aktif dalam pembuatan gorga dan akan segera membuka homestay bagi teman-teman Backpacker.
SIMAREMARE juga berbagi banyak sudut pandang kepada penulis, teman-teman yang juga bergelut di media, akademisi, tenaga pendidik, seniman dan traveller tentang harapannya tentang pulau Sibandang.
Waktu ternyata berlalu begitu cepat di tempat ini, tidak terasa sunset yang baru kami rasakan berganti malam dan sudah waktunya untuk teman-teman MASATA untuk pulang.
Dari pelabuhan Sibandang hingga Muara kami diantarkan, dan dari kunjungan kami, penulis rasa ada banyak PR bagi masyarakat, MASATA DPC TAPUT dan khususnya pemerintah.
Dari sudut pandang penulis mencatat khsusunya kepada pemerintah bahwa pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah sudah tepat namun alangkah lebih baiknya juga dilakukan stimulus dan pembangkitan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat desa wisata Sibandang, dan tentu masyrakat dan juga MASATA siap berkolaborasi untuk itu.
Kepada teman-teman dari dan di luar kota, jangan jenuh-jenuh untuk berkunjung ke Muara dan destinasi desa wisata Sibandang juga sekitarnya. Dalam kehidupan urban ini tentu banyak keinginan untuk menghadirkan atraksi wisata dan fasilitas sebagaimana ada di pulau Samosir dan Kabupaten Toba.
Fasilitas dan wahana air seperti kehadiran speedboat, banana boat, kegiatan solu bolon dan lain-lain. Sangat akrab di telinga penulis, namun teman-teman juga harus terlibat aktif dalam mengedukasi dan menjadi bagian dari Danau Toba TAPUT.
Tentu mengedukasi yang penulis maksud secara luas, bisa dalam bentuk kunjungan yang menstimulus kehidupan masyarakat, memberikan wawasan baru, berperan aktif dalam maksud dan tujuan pemikiran masyarakat Muara dan Sibandang.
Sekian tulisan sibatakjalanjalan.com kali ini dan kami berharap untuk kembali berkunjung ke Sibandang untuk juga penulis dapat melanjutkan perjalanan MASATA DPC TAPUT.
Untuk mengakhiri sesi artikel ini sibatakjalanjalan.com ucapkan Napuran tano-tano, rangging masiranggoman, tung pe badanta padao-dao tondinta ma marsigomgoman .
Horass. Horass.. horas..