Sejarah hidup Nahum Situmorang dan Perjalanan Pencipta Lagu Batak
Nahum Situmorang
Nahum Situmorang yang lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada tanggal 14 Februari 1908 ini merupakan penulis dan pencipta lagu yang cukup tersohor di Indonesia pada masanya.
Namun siapa sangka teman-teman sibatakjalanjalan.com, bahwa bahkan masa setelah kepergian beliau di tanggal 20 Oktober 1969, karya beliau..
Nahum
Situmorang tetap dikenal hingga masa kini, masa kita saat ini dimana disebut sebagai
Era Millenia.
Sejarah dan lagu tentang Nahum Situmorang
Ada hal yang menarik dari Nahum
Situmorang, bahwa Nahum mampu menggubahkan lagunya menjadi sesuatu yang sangat dekat,
itu yang penulis www.sibatakjalanjalan.com rasakan, seakan dari semua lagu-lagu
tersebut menceritakan bahwa Nahum telah atau baru saja mengalaminya.
Sesuatu yang kita bersama kenali sebagai sosio-antropologis
(cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara orang-orang dalam satu
kelompok masyarakat) .
Lagu ciptaan Nahum
Nahum
mengangkat tema yang sangat beragam.
Lagu-lagu ini membuat rekam dan membius suasana hati pendengarnya.
Ia (Nahum) mampu menjadi seorang yang membawa pendengarnya menjadi seseorang yang memiliki kesungguhan akan kecintaan pada alam, membuat orang menjadi memiliki kerinduan yang sangat pada kampung halaman, menyurat dan menyiratkan nasehat, menjelaskan mengenai suatu filosofi, membawa teman-teman mengenal akan tentang sejarah marga Batak dan tentu sekelumit cerita tentang kehidupan dan bermasyarakat sebagai manusia Batak yang memiliki ciri yang unik dan khas.
Diketahui penulis sibatakjalanjalan.com dari sekian tema yang dibawakan Nahum, tercatat sekurang-kurangnya ada 120 judul lagu yang tercipta, sementara dugaan karibnya Jan Sinambela,
setidaknya ada 200 lagu lagu yang tercipta.
Nahum yang senang berkumpul dan bermasyarakat di lapo tuak ini memang sangat lihai memainkan alat musik, dari alat musik yang umum dan dapat teman-teman lihat juga kenali seperti alat musik gitar, bass, piano, biola, terompet dan alat-alat perkusi lainnya.
Dan tahukah teman-teman sibatakjalanjalan.com bahwa kehadiran Nahum bagaikan sihir yang berada di tengah-tengah bangsa Batak.
Seakan setiap Nahum mendatangi satu lapo, lapo tersebut akan ramai dengan orang-orang yang tidak hanya dari etnis Batak saja, mereka datang hanya untuk mendengarkan bagaimana Nahum memainkan musik dan bernyanyi.
Namun teman-teman pembaca jangan
salah, meskipun begitu lekat dengan nuansa ke-Batakan, namun lirik yang
dibawakan Nahum tidak biasa.
Jika kemudian teman-teman pembaca mampu memaknai, maka ada kosa kata Batak
klasik dengan cita rasa yang tinggi, kaya akan metafora, dimana disana terdapat
pesan-pesan filosofis yang menjadi panutan masyarakat Batak.
Menjadi nasihat dan harapan tanpa memberikan kesan didaktis
Sangat disarankan bagi teman-teman yang kebetulan belum pernah mendengar atau
tahu tentang Nahum Situmorang ini untuk coba mendengarkan melalui video atau
aplikasi lagu online.Dan cara Nahum membuat
karya-karyanya, membuat masyarakat merasa sangat dekat dengan dirinya.
Bahkan penulis sendiri yang dimasa kecil hingga dewasa dari penulis sering dan
sampai hari ini masih terus menikmati karya Nahum Situmorang.
Sosok yang seakan tidak pernah mati, meski sudah sangat lama kepergiannya,
sangat lama dimakan zaman.
Bagi pendengar lainnya, seakan karya
Nahum Situmorang selalu relevan dan memiliki chemistry tersendiri.
Karena meskipun musik yang diusungnya begitu beragam dan tak melulu bernuansa
etnik Batak, Nahum Situmorang mampu membawakan pendengarnya untuk merasakan
adanya nuansa waltz, bossa, folk, jazz, rumba, tembang-tembang yang begitu subtil dan melodius.
Biografi Nahum Situmorang
Lahir di Sipirok pada tanggal 14
Februari 1908 dan meninggal pada tanggal 20 Oktober 1969. Nahum Situmorang
sangat lekat dengan karya-karya lagu daerah berbahasa Batak.
Nahum Situmorang sendiri merupakan
anak ke-5 dari 8 bersaudara dari Guru
Kilian Situmorang .
Nahum Situmorang mulai bernyanyi dan
menghasilkan karya jauh semenjak duduk di bangku sekolah dasar.
Dan pendidikan terakhir dari Nahum Situmorang
merupakan pendidikan sekolah guru Kweekschool
di Lembang, Bandung pada tahun 1928.
Nahum Situmorang pernah mengikuti sebuah lomba cipta lagu dimana beliau menjadi
juara kedua, dan di posisi pertama merupakan juga penulis lagu legenda
Indonesia, yaitu WR Supratman/Wage
Rudolf Supratman.
Nahum Situmorang dan Wage Rudolf Supratman
Dan ada cerita menarik mengenai Nahum
dan WR Supratman atau dengan nama lengkap Wage Rudolf Supratman.
Bahwa setelah Nahum yang merantau dari tanah Batak bersama missionaris ke
Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Kweekshool Gunung Sahari kemudian ke Lembang Bandung
dan lulus pada 1928 untuk memperdalam seni musik.
Di Kramat Raya Nahum berkenalan dengan Wage Rudolf Supratman dimana
akhirnya mereka bersaing dalam lomba penulisan lagu yang akhirnya dimenangkan
Wage di posisi juara pertama dan Nahum diposisi kedua.
Belum
dapat diterima oleh Nahum menjadi urutan kedua, Nahum mencoba mengkritisi
dengan menyatakan liriknya lebih orisinal dan lebih singkat dari milik Wage,
namun akhirnya kritik ini menjadi hilang begitu saja, dan bahkan hingga
sekarang penulis sibatakjalanjalan.com belum menemukan sumber asli tentang
lirik dari lagu yang dilombakan oleh Nahum Situmorang.
Nahum Situmorang di Sumatera
Nahum Situmorang sekembalinya ke
Medan, ia bersama Raja Buntal Sinambela
yang merupakan putra Sisingamangaraja
XII mendirikan orkes musik Sumatra Keroncong Concours di
Medan (1936) .
Nahum Situmorang sendiri pernah
bekerja di sekolah partikelir Bataksche Studiefonds di Sibolga pada
tahun 1929 hingga 1932.
Yang kemudian pada tahun 1932 pula Nahum Situmorang pindah ke Tarutung untuk
bergabung bersama abangnya, Guru Sophar
Situmorang untuk mendirikan HIS-Partikelir
Instituut Voor Westers Lager Onderwijs hingga kedatangan Jepang pada tahun
1942. Sekolah tersebut akhirnya harus ditutup.
Pada tahun 1950 hingga 1960 merupakan
masa dimana Nahum Situmorang paling produktif dan aktif menciptakan lagu dan
memperoleh penghargaan Anugerah Seni dari pemerintah Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1969.
Karya-karya Nahum Situmorang
Dari 120 jumlah lagu yang telah
diciptakan oleh Nahum Situmorang, mungkin penulis www.sibatakjalanjalan.com bisa berbagi beberapa lagu yang
sangat menyenangkan atau mungkin berkesan untuk didengarkan kembali pada masa
kini kepada teman-teman sibatakjalanjalan.com. Yaitu sebagai berikut :
- Anakhonhi do Hamoraon di Au, sebuah lagu dengan nada riang dimana Nahum mengekspresikan dirinya
sebagai orangtua yang rela berlelah-lelah demi nafkah dan pendidikan anaknya
hingga mereka lupa akan kebutuhan dirinya sendiri.
- Assideng-assidoli
- Beha Pandundung Bulung
- Boasa Ingkon Saonari Ho
Hutanda, dalam lagu ini Nahum mengekspresikan dirinya
menjadi seorang yang sudah terikat perkawinan sementara kemudian ia mengenal dan
jatuh cinta lagi pada seorang wanita.
- Bulu Sihabuluan
- Dijou Au Mulak tu Rura
Silindung,
bagi penulis sibatakjalanjalan.com, rasanya lagu ini merupakan lagu yang
paling ampuh mengingatkan teman-teman perantau tentang kampung halaman dan
tanah kelahirannya. Nahum mengekspresikan kota Tarutung dengan lanskap sungai
Aek Sigeaon, hamparan petak-petak sawah dan padi yang menguning.
- Huandung ma Damang
- Ketabo-ketabo, Nahum menceritakan bagaimana
riangnya suasana hati kaum muda-mudi Angkola-Sipirok saat musim salak di Sidempuan.
- Lissoi-lissoi, merupakan lagu yang dimana teman-teman mampu merasakan bagaimana
suasana lapo tuak meskipun teman-teman belum pernah ke sana.
- Manuk ni Silangge
- Modom ma Damang Unsok, sebagaimana bersedihnya
seorang istri yang ditinggal pergi suaminya dan meluapkan cintanya pada anak
lelakinya dimana seorang ibu tersebut takkan membiarkan bahkan nyamuk kecil
menggigitnya. Nahum mengekspresikannya dalam lagu tersebut.
- Nahinali Bangkudu, dengan liriknya yang begitu tajam, penggunaan kata-kata metafora yang
begitu mencekam. Bagai dalam lagu ini Nahum Situmorang bercerita tentang masa
lajangnya yang berpatah-hati dengan kisah ditinggal menikah oleh wanita
pujaannya.
- O Tao Toba, kecintaan pada alam dan betapa menyenangkannya memandang Danau Toba. Seakan pendengarnya dibawa berdiri diatas bukit Huta Ginjang-Humbang, atau di Tongging atau pula seakan memandang Danau Toba yang begitu luas dari menara pandang Tele.
Akhir Hayat
Molo marujung ma, muse ngolungku sai ingot ma, anggo bangkeku disi tanomonmu, disi udeanku sarihon ma, anggo bangkeku disi tanamonmu, disi udeanku sarihon ma.
Pada tahun 1966 diketahui bahwa Nahum
Situmorang jatuh sakit dan dirawat di RSUP/Rumah
Sakit Umum Pringadi Medan selama hampir 3 tahun lamanya, hingga menghembuskan
nafas terakhirnya pada tanggal 20 Oktober 1969 dengan kondisi lajang/tidak
menikah.
Kini jasad Nahum dikebumikan berada
di kompleks pekurburan Jalan Gajah Mada, Medan.
Ada suatu keinginan Nahum Situmorang
yang penulis sibatakjalanjalan temui tertulis jelas dalam lagu “Pulo Samosir”,
bahwa Nahum Situmorang ingin dan memiliki keinginanan yang sangat untuk kembali
ke tanah leluhurnya di Urat, namun sayang, seperti bersama kita ketahui bahwa
hal ini masih sebatas impian.
Impian yang beliau tinggalkan di bumi pada tanggal 20 Oktober 1969 di RS
Pringadi.
Dan pada tanggal 10 Agustus 2006 presiden Susilo
Bambang Yudhoyono memberikan Piagam
Tanda Penghormatan melengkapi Piagam
Anugerah Seni dari Menteri P&K Mashuri pada 17 Agustus 1969.
Mungkin Nahum tidak pernah berharap menjadi pahlawan yang terus-menerus dipuja hingga dirinya tak lagi berjiwa. Mungkin pula tidak pernah membayangkan bahwa namanya akan tetap hidup hingga zaman yang kita sebut dengan era millennia.
Nahum pula mungkin tidak pernah bisa sempurna memahami perjalanan hidupnya hingga kemudian usianya sirna.
Namun Nahum yakin dengan dengan alur hati dan pikirannya dengan melintasi episode-episode kehidupan yang dipenuhi romantika yang melekat dalam diri pelakon gaya hidup avonturisme.
Tak mustahil pula ia bertanya mengapa terlahir sebagai insan penggubah dan pelantun nada dengan tuntutan jiwa harus sering berkelana dan bukan menjadi seperti orang-orang yang menyebut dirinya sebagai apa yang disebut dengan menjadi “orang normal. MC.Sinaga.