Sejarah Lengkap Perjalanan Muson dan Lyman di Tanah Batak. Missionaris Dan Awal Penginjilan Di Tanah Batak, Sumatera, Tapanuli
Sejarah Kedatangan Munson dan Lyman ke Tanah Batak dalam Misi Penginjilan
Kedatangan
Munson dan Lyman ke Tanah Batak adalah bukti awal pengorbanan missionaris dalam
wujud mengkristenkan orang Batak.
Tepat di
monumen Muson dan Lyman di Lobu Pining tertulis :
Darah para martir adalah benih bagi gereja Tuhan Yesus
Horas teman-teman www.sibatakjalanjalan.com sekalian, kali ini penulis akan membahas mengenai sejarah dan cerita tentang perjalanan Samuel Munson dan Hendry Lyman atau akrab disebut sebagai Munson dan Lyman saja.
Biografi Singkat
Samuel Munson lahir pada tanggal 23 Maret 1804 di New Sharser Maine dan Henry Lyman
lahir tanggal 23 November 1809 di Northantom Amerika Serikat.
Baik Munson
dan Lyman perlu teman-teman sibatakjalanjalan.com ketahui memiliki latar
belakang yang cukup berbeda.
Munson
dikenal sedari kecil sebagai seorang anak yang pintar dan cerdas, sedangkan
Lyman sangat bertolak belakang.
Lyman
merupakan seorang yang dikenal sedari kecil sebagai orang yang memiliki sikap
anti keagamaan.
Namun kemudian Tuhan berkata lain dan membawa Lyman dalam suatu acara Kebaktian Gereja, dimana pada saat itu yang menyadarkan Lyman bahwa pentingnya menjadi bagian dari pemberita injil.
Pertemuan Munson dan Lyman dan awal penginjilan
Pada saat
Lyman masuk sekolah pendeta, Lyman bertemu dengan Munson. Dan pertemuan inilah
yang kemudian pada tahun 1832 setelah mereka berdua tamat dan masing-masing menikah pada tahun 1833.
Kedua
missionaris ini memiliki tugas selepas pendidikan sekolah Pendetanya kala itu,
dipersiapkan sebagai pembawa berita injil ke Tanah Batak, yang memang diketahui
cukup sulit untuk dimasuki pada masa itu oleh ABCFM (American Board Commision
for foreign Ministry).
Dari Boston Amerika pada tanggal 10 Juni 1833 Munson dan Lyman akhirnya tiba di Batavia (Jakarta saat ini) pada tanggal 30 September 1833.
Di Batavia
Di Batavia tanggal
30 September 1833 atau yang teman-teman www.sibatakjalanjalan.com kenali saat ini
sebagai Jakarta tempat dimana berlabuhnya dari Munson dan Lyman.
Disana
mereka belajar dan mempraktikkan tentang bagaimana bahasa Cina dan Melayu.
Dimana diharapkan kedua bahasa ini sebagai bahasa pengantar Munson dan Lyman,
dan bahasa yang sempat mereka pelajari di Batavia.
Ke Padang lalu Sibolga
Pada 7
April 1834 Munson dan Lyman berangkat ke Padang dari Batavia dan tiba pada
tanggal 29 April 1834, kurang lebih sekitar 3 minggu lamanya.
Dan di Padang, Munson dan Lyman tinggal sampai tanggal 11 Mei 1834. Di Padang pula Munson dan Lyman mulai mengumpulkan informasi tentang masyarakat dan kebiasaan penduduk Tanah Batak.
Baik dari orang-orang Melayu, Cina dan Nias.
Dan mulai
mengetahui tentang suatu kejadian naas yang sebelumnya menimpa Tanah Batak
beberapa tahun sebelum kedatangan mereka, yaitu adalah tentang kejadian Perang
Paderi.
Namun dari
sisi informasi pihak missionaris memiliki informasi tersendiri pula, yaitu
missionaris yang sebelumnya sudah mencoba dan datang ke Tanah Batak, adalah Burton
dan Ward pada tahun 1824 atau sekitar 10 tahun sebelum kedatangan Munson dan
Lyman ke Tanah Batak.
Dalam
laporannya, dikatakan oleh Ward di Padang bahwa orang-orang Batak merupakan
orang-orang yang ramah dan akan menyambut orang lain seperti halnya saudaranya
sendiri.
Orang-orang baru akan dijamu makan lalu diadakan pesta menyambut kedatangan mereka.
Dan memang hal itulah yang benar-benar dirasakan oleh Burton dan Ward kala mengunjungi Silindung pada tahun 1824 atau sekitar 10 tahun sebelum kedatangan Munson dan Lyman.
Keterangan
Ward membuat Munson dan Lyman semakin yakin akan misi penginjilan mereka ke
Tanah Batak, dan yakin seperti halnya Burton dan Ward, Munson dan Lyman juga
akan disambut baik oleh penduduk Tanah Batak.
Perjalanan
ke Tanah Batak
Semangat
Munson dan Lyman membuat mereka ingin segera sampai ke Tanah Batak, hingga Munson
dan Lyman tidak sempat belajar bahasa Batak, bahasa yang diharapkan menjadi
sarana komunikasi antara Munson dan Lyman nantinya di tanah yang mereka
kunjungi.
Hanya
bahasa Melayu saja, dan dari Padang
Munson dan Lyman berangkat pada tanggal 11 Mei 1834 dengan transportasi kapal
tongkang oleh penduduk sekitar yang biasanya mengunjungi Pariaman, Air Bangis,
pulau-pulau Batu hingga kemudian ke Pulau Nias.
Di kapal
tongkang Munson-Lyman dan penumpang lain menghadapi dan mengalami betapa
kencang angin laut menerpa kapal tongkang yang mereka naiki, dipermainkan ombak
yang bergulung-gulung.
Tibalah
Munson dan Lyman di Pulau Pamarenta pada tanggal 17 Juni 1834 atau Pulau Poncan
Kete yang kita kenal saat ini.
Pulau Poncan Kete dahulu merupakan pusat pemerintahan Inggris lalu kemudian Belanda.
Di Pulau
Poncan Kete, Munson dan Lyman sudah sangat dekat dengan Sibolga, sebagai jalur
awal masuk ke Tanah Batak.
Selama satu
minggu lamanya Munson dan Lyman mempersiapkan diri sebagai awal perjalanan memasuki
misi penginjilan mereka di Silindung.
Disana pula, pejabat Belanda setempat, kontelir Bonnet berpendapat bahwa Munson dan Lyman harus segera melanjutkan perjalanan.
Kontelir Bonnet yakin bahwa orang
Batak akan sangat menerima kedatangan dan niat baik kedua missionaris ini untuk
menyampaikan injil ke Tanah Batak.
Sekilas
tentang Paderi
Perang
Paderi merupakan perang yang sangat membekas bagi masyarakat dan penduduk Tanah
Batak pada umumnya.
Perang ini
begitu menyakiti dan melukai setiap penduduk Tanah Batak kala itu. Rumah-rumah
Batak (Rumah Bolon) di bakar oleh tentara Paderi, tindakan asusila dan
kekejaman dilakukan oleh tentara Paderi atau Bonjo, menyebabkan banyak orang
Batak kehilangan sanak-saudaranya. Sehingga meninggalkan ‘kesakitan’ tersendiri
yang tidak pernah terlupakan bagi bangsa Batak BAHKAN HINGGA SAAT INI, MASA
MILLENIA.
Bagi mayoritas pemuda-pemudi yang berada di Tanah Batak meski sudah ratusan tahun lamanya, teman-teman sibatakjalanjalan.com tidak pernah melupakan kisah ini.
Cerita ini turun-temurun hingga saat ini menjadi satu kisah yang bisa
teman-teman lihat bukti dan bekasnya di Tanah Batak.
Perang
Paderi berakhir dengan mundurnya pasukan Paderi setelah terserang penyakit
kolera saat itu, di Tanah Batak kisah kemunduran tentara Paderi disebut sebagai
‘dibunuh oleh orang-orang mati’.
Menuju Silindung
Kembali
kepada cerita Munson dan Lyman tentang perjalanannya ke Tanah Batak, setelah
bisikan dari masyarakat setempat kepada Munson dan Lyman, kemudian timbul pertanyaan
dalam benak Munson dan Lyman bahwa, apakah Munson dan Lyman nanti akan
dicurigai oleh penduduk Tanah Batak sebagai mata-mata ? .
Namun
Munson dan Lyman mencoba berfikir positif dan percaya bahwa, penduduk Tanah
Batak telah mengalami kemalangan dan kehancuran bagi rumah-rumah mereka,
sehingga mereka akan sangat butuh penghiburan dan kedamaian diri serta sebagai
upaya meredam perselisihan dan permusuhan.
Munson dan Lyman Masuk ke
Tanah Batak
Pada tanggal 22 Juni 1834 Munson dan Lyman telah meninggalkan Pulau Poncan/Pulau Pamarenta dan menuju ke Sibolga, bermalam dan bergabung dengan rombongan penunjuk jalan yang sudah dipersiapkan oleh kontelir Bonnet sebelumnya untuk Munson dan Lyman.
Pada tanggal 23 Juni 1834 atau keesokkan harinya Munson dan Lyman memulai perjalanan dan memasuki wilayah-wilayah Tanah Batak, Silindung.
Seorang bernama Datu Raja Mangkuta sebagai juru bahasa yang diandalkan oleh Munson dan Lyman nantinya berada dalam rombongan yang dipersiapkan oleh kontelir Bonnet.
Kemudian dalam rombongan adapula seorang polisi bernama Rakim (beberapa info
mengatakan bahwa Rakim merupakan orang Batak dan memiliki marga, namun tidak
disebutkan secara rinci), kemudian 10 orang kuli pengangkut barang yang juga
membantu untuk meretas jalan yang penuh ilalang dan pepohonan, dan kemudian dua
orang pembantu dari Batavia/Jakarta yang bersama Munson dan Lyman yaitu Jan
seorang keturunan suku Jawa dan seorang juru masak.
Untuk
persiapan menghadapi binatang buas saat perjalanan, Munson dan Lyman dilengkapi
masing-masing satu pistol, polisi yang bernama Rakim dan Jan dilengkapi senjata
laras panjang sedangkan kuli pengangkut barang dengan parang.
Rute Jalan
Rute jalan
yang kemudian dilalui oleh Munson dan Lyman adalah sebagai berikut : dari
Sibolga kemudian menuju desa Poriaha, kemudian Poriaha Julu, Pagaran Baringin,
Huta Imbaru kemudian sampai di desa Sibungabunga.
Di desa
Sibungabunga rombongan Muson dan Lyman bermalam di rumah Raja Sibanda
Hutagalung. Dan keesokkan harinya pada tanggal 24 Juni rombongan tersebut
melanjutkan perjalanan namun sangat jarang menemukan desa hingga mereka sampai
di desa Sigarupu.
Sore hari
mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai di desa Rampa dan diterima sangat
baik oleh Raja Suasa Hutagalung seperti halnya Burton dan Ward katakan dalam
laporannya.
Muson dan
Lyman diterima secara tangan terbuka dan pembicaraan Lyman dengan bahasa Melayu
diterjemahkan oleh Datuk Raja Mangkuta ke dalam bahasa Batak.
Setiap
pertanyaan dari Raja Suasa Hutagalung dijawab oleh Lyman dan disempatkan oleh
Lyman pula memberitakan injil di tempat tersebut.
Kemudian
esok harinya pada tanggal 25 Juni rombongan ini melanjutkan perjalanan menebas
ilalang yang lebih tinggi mengikuti arah oleh penunjuk jalan dan melewati desa
Sitapayan, setelah sore hari mereka sampai di desa Pagaran Lambung dan kemudian
disambut baik pula oleh Raja Sinomba Hutagalung dan segera memfasilitasi
rombongan ini untuk bermalam.
Tanggal 26
Juni rombongan Munson dan Lyman melalui desa-desa Parbarungbungan,
Parsingkaman, Sibalanga, dan Pagaran Pisang.
Sore harinya mereka tiba di Adian Koting dan disambut baik oleh Amani Busir Hutabarat.
Sama halnya seperti raja-raja sebelumnya dan seperti laporan Ward bahwa mereka akan disambut dengan sopan juga ramah, bahkan difasilitasi dengan baik oleh penduduk Tanah Batak.
Pada saat
sebelum istirahat malam, rombongan duduk dan mengadakan pertemuan dengan Amani
Busir Hutabarat dan penduduk desa Adian Koting.
Lyman
dibantu oleh juru bahasa yaitu Datuk Raja Mangkuta menjawab pertanyaan dan
dengan tekun menyimak informasi yang di sampaikan serta selalu menyempatkan
memberitakan injil.
Dan hari
berikutnya pada sabtu 28 Juni 18334 setelah mengucapkan terimakasih kepada tuan
rumah, Amani Busir Hutabarat.
Diperkirakan oleh penunjuk jalan bahwa rombongan pada sore hari mereka akan sampai di desa Sitangka dan akan bertemu dengan Raja Barampak Lumbantobing.
Rencananya akan
menginap disana dan akan melakukan kebaktian pada esok paginya pada hari minggu
di desa Sitangka.
Sore hari
rombongan ini telah tiba di Lobu Sisangkak daerah Lobu Pining sebuah tempat
dimana hutan ini masih ditumbuhi pepohonan dan ilalang serta semak belukar yang
lebat, bahkan ditempat ini rombongan kesulitan untuk melihat ke depan.
Darah para martir adalah benih bagi gereja Tuhan Yesus
Pada jam 4
sore para rombongan Munson dan Lyman melihat sebuah benteng pertahanan yang
baru saja dibuat dari timbunan batang-batang kayu yang baru saja ditebang.
Sesungguhnya
keberadaan benteng ini ada hubungannya dengan kedatangan rombongan missionaris
asal Amerika ini.
Disana
terlihat sesosok orang yang sedang berjaga lengkap dengan senjata orang Batak
dahulu seperti lembing dan senjata api buatan orang lokal Tanah Batak.
Datuk Raja
Mangkuta sebagai seorang yang penerjemah kemudian menjumpai orang yang berada
di banteng, namun pada saat itu Datuk Raja Mangkuta tak kunjung kembali.
Tiba-tiba
rombongan besar orang-orang yang lengkap dengan senjata tombak datang dan
menyergap rombongan ini, kedua pembantu Munson dan Lyman yang adalah Jan dan
juru masak segera mendekat dan mencoba menolong tuannya, namun alangkah tidak
diduga para rombongan lain yang termasuk di dalamnya adalah polisi Rakim dan
para kuli pengangkut barang menghilang untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.
Dan sesaat
Jan melihat tombak menghujam juru masak, lalu Munson dan Lyman sesaat setelah
itu kemudian tubuh para missionaris ini tergeletak di tanah tak bernafas lagi,
Jan akhirnya menyelamatkan diri.
Peristiwa yang memilukan itu segera menyebar ke seluruh penjuru Tanah Batak, sangat mengejutkan seluruh penduduk Tanah Batak, bahwa mereka menyesali apa yang diperbuat oleh penduduk Lobu Pining. Betapa mereka tega berbuat sedemikian sehingga perjalanan kedua penginjil ini harus berhenti di Lobu Pining untuk selama-lamanya.
Padahal
penduduk berpendapat dan merasa bahwa kedua penginjil ini tidak sedikitpun
berbuat curang atau melakukan kesalahan kepada penduduk lainnya, namun sayang,
bahwa penduduk Lobu Pining menganggap mereka sebagai musuh.
Dan
demikian yang terjadi pula pada raja setempat, yaitu Raja Panggalamei Lumban
Tobing yang menjadi cibiran dan buah bibir bagi penduduk sekitar.
Surat
Terakhir
Jauh di
Batavia atau Jakarta kini, dua orang wanita yang selepas ditinggal para
suaminya untuk melakukan penginjilan menunggu di pelabuhan kapal Batavia dari
Padang.
Yaitu
adalah Ny.Munson dan Ny.Lyman, sebelumnya sesaat Munson dan Lyman hendak
memasuki Tanah Batak, Ny.Munson dan Ny.Lyman mendapat kabar bahwa selepas
perjalanan Munson dan Lyman ke Silindung, mereka akan kembali ke Batavia untuk
bertemu kembali.
Bersama dengan rekan dan keluarga besarnya, Ny.Munson dan Ny.Lyman seraya melambaikan tangan saat kapal dari Padang hendak berlabuh.
Namun Munson
dan Lyman, orang yang mereka tunggu tak kunjung muncul. Dan alangkah lebih
mengejutkannya bahwa petugas kapal menyerahkan surat dari kontelir Bonnet di
Pulau Pamarenta atau Pulau Poncan.
Yang
mengabarkan bahwa perjalanan Munson dan Lyman harus terhenti di Lobu Pining dan
kabar akan gugurnya mereka dalam perjalanan menuju Silindung.
Oktober
1934 Ny.Munson dan Ny.Lyman kembali ke tanah air mereka di Amerika.
Tanggal 13
Juli 1891 Ny.Munson meninggal dunia pada usia 84 tahun di Farmington, Maine dan
Ny.Lyman menikah kembali dengan Pdt. C. Wile namun tidak tercatat kapan beliau
meninggal dari data Zending ABCFM (American Board Commision for foreign
Ministry) yang adalah zending yang mengutus Munson dan Lyman.
Pernah
suatu waktu utusan zending ABCFM (American Board Commision for foreign
Ministry) mengutus utusannya untuk membawa tulang-belulang Munson dan Lyman
kembali ke Amerika, namun saat sampai di Lobu Pining usaha tersebut tidak
terwujud.
Di kota
Northamton, Amerika Serikat orang-orang dapat membaca sebuah prasasti untuk
mengingat akan Pdt Hendri Lyman yang anak dari Theodore dan Susan Lyman dari
badan zending Amerika bersama temannya Pdt Samuel Munson orang yang tak
bersalah gugur di tanah Batak, pada 28 Juni 1834.
1907 dan
1934
Pada tahun
1907 sebuah monumen peringatan didirikan di Lobu Pining sebagai pengingat bahwa
kedua hamba Tuhan ini telah gugur dalam perjalanan membawa berita baik ke Tanah
Batak, Silindung.
Suatu
prasasti yang bertuliskan kalimat :
Munson dan Lyman meninggal dunia karena dilahap oleh orang Batak .
Atau dalam
bahasa Jerman :
Gegessenund Gefrese.
Namun
kalimat ini kemudian diubah karena menimbulkan prasangka buruk sehingga
menyatakan semua orang Batak adalah kanibal.
Pada 1934
kalimat tersebut kemudian diubah menjadi :
Darah para martir adalah benih bagi gereja Tuhan Yesus.
munson dan lyman dimakan orang batak tidak diceritakan disini secara detil...